"Tantangan" Allah di Awal Turunnya Al-Quran

 Ketika Muhammad saw. diangkat menjadi Nabi, kaum Musy­rikin Makkah meminta bukti atas kebenaran dakwahnya. Maka Allah SWT menjawab bahwa Al-Quran merupakan bukti yang paling besar dan paling sempurna untuk menjadi petunjuk atas kebenaran dakwah beliau. Allah SWT berfirman:
Dan orang-orang kafir Makkah berkata:  “Mengapa kepadanya tidak diturunkan mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah bahwa sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata. Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Al-Quran yang dibacakan kepada mereka. Sesungguhnya dalam Al­Quran itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (Al-Ankabut: 50-51)
  Dengan begitu, maka para penentang itu memahami maksud ayat mulia tersebut. Mereka mengetahui dari ayat tersebut makna i'jaz. Sehingga para penentang tersebut mulai mengingkari bahwa dalam Al-Quran tedapat bukti kebenaran dakwah beliau. Mereka mengatakan: 
Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti itu), sekiranya kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang serupa dengan ini. Sesungguhnya ini (Al-Quran) tidak lain hanyalah dongeng-dongeng orang-orang terdahulu. (Al-An fal: 31)

  Ketika orang-orang kafir menjawab demikian, maka mulailah Al-Quran menantang mereka. Inilah kali pertama ayat tantangan diperdengarkan kepada mereka. Mereka ditantang untuk membuat saingan Al-Quran. Ayat tantangan yang pertama kali turun adalah:
Katakanlah bahwa sekiranya manusia dan jin berkumpul untuk membuat sesuatu yang sama dengan Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuat yang serupa dengannya, kendatipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. (Al-Isra: 88)

  Surat ini adalah surat Makiyah, begitu juga ayat tersebut. Menurut pendapat yang masyhur, suratini merupakan surat kelima puluh. Al-Quran yang sudah diturunkan ketika itu tidak lebih dari setengahnya. Dengan demikian, maka tantangan ketika itu adalah membuat serupa dengan AI-Quran yang telah diturunkan, ketika ayat tantangan tersebut diwahyukan. Kaum Musyrikin men­dengarkan tantangan tersebut, sehingga mereka bungkam di hadapannya; mereka tidak bisa berbuat sesuatu. Kalaulah mereka mampu menentangnya pasti mereka akan melakukannya. Lebih-lebih ketika mereka mengatakan: "sekiranya kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang serupa dengan ini". Kendatipun ucapan mereka itu terdapat di dalam surat Al-Anfal, surat Madaniyah, surat kedua yang diturunkan di Madinah, akan tetapi ayat ini adalah ayat Makiyah. Ucapan mereka di atas didahului dengan:
 Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, (mengesakan Allah) ini tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan. (Shad: 7)

  Mereka menuduh Rasulullah saw. - sebelum mereka diseru kepada Islam oleh beliau mereka menggelarinya 'al-shadiq al-amin" (orang jujur yang terpercaya) - tukang sihir dan pendusta hanya karena kepada mereka dibacakan ayat-ayat Al-Quran yang mulai mereka musuhi.
Shad. Demi Al-Quran yang mempunyai keagungan. Sebenar­nya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. Betapa banyaknya umat sebelum mereka yang Kami binasakan, kemudian mereka minta pertolongan. Padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. Dan mereka heran karena mereka didatangi seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir mengatakan: “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". (Shad: 1-4)

  Selanjutnya, Al-Quran begitu merisaukan dan mencela orang-orang Arab dengan menggunakan struktur-struktur kalimat dan ayat-ayatnya yang begitu padat makna sehingga menggelisahkan pendengaran para sastrawan, ahli balaghah, ahli kalam, dan para penyair di kalangan mereka.

  Ketika mereka ditantang, padahal di antara mereka banyak yang termasuk ahli kalam dan balaghah, mereka tetap saja tidak ada yang dapat menandingi Al-Quran. Ayat pertama yang menantang mereka disebutkan di dalam surat Yunus, surat Makiyah, dan ayatnya juga termasuk ayat makiyah. Kali ini yang ditantang adalah membuat sebuah surat yang bisa menandingi surat Al­Quran. Di dalam ayat ini disebutkan tuduhan mereka terhadap Rasulullah saw. sebagai pendusta. Allah SWT berfirman:

Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muhammad mem­buat-buatnya." Katakanlah: "Buatlah sebuah surat yang serupa dengan AI-Quran dan ajaklah mereka yang mampu di antara kalian selain Allah, sekiranya kalian termasuk orang­orang yang benar. " (Yunus: 38) 

  Tantangan ini lebih tegas dari tantangan yang pertama. Pada ayat tersebut, makna i'jaz begitu jelas bagi mereka. Ia begitu tegas mengajak mereka berdebat dan berargumentasi, justru di saat mereka dipandang memiliki kepiawaian berbicara, termasuk juga perlombaan baca-tulis syair yang sering dipamerkan di pasar-sastra mereka, di saat mereka begitu benci dan iri hati terhadap risalah dan pembawanya sehingga mereka memerangi RasuluIlah dan orang-orang beriman dengan berbagai cara. Kendatipun demikian, dan betapapun mereka sangat terganggu, mereka tatap saja tidak mampu menandingi Al-Quran. Akhimya, mereka meminta bantu­an kepada para ahli balaghah di kalangan mereka, Seorang ahli balaghah di antara mereka, Walid bin Mughirah, tidak lain hanya mengatakan -setelah mendengar Nabi saw, membacakan sebuah ayat dari firman Allah yang dibaca ketika shalat - "Apakah kalian mengira bahwa Muhammad itu gila? Pernahkah kalian menyaksikannya linglung? Apakah kalian mengira dia itu tukang nujum, dan pernahkah kalian menyaksikan ia melakukan itu? Apakah kalian mengira dia itu penyair, padahal di antara kalian tidak ada yang lebih tahu tentang syair dari pada aku; apakah kalian pernah menyaksikannya bersyair? Apakah kalian mengira bahwa dia pendusta, apakah kalian pernah mendapatinya mendustakan sesuatu?" Walid bertanya kepada mereka dan mereka semuanya menjawab: "Sekali-kali dia tidak pernah berdusta dalam hal apa pun." Dialog ini telah begitu menyadarkan mereka sehingga mereka ingin membalas pernyataannya dengan bertanya kepada Walid mengenai tafsir balaghah Al-Quran. Walid sejenak berpikir, lantas berkata: "Itu tidak lain hanyalah sihir yang nyata. Bukanlah kalian tidak pernah menyaksikan ia memisahkan antara suami dengan istrinya, anak-anak dan maula-maula-nya? Dialah seorang tukang sihir, dan inilah sihir yang abadi."

  Di tempat lain dia berkata: "Demi Allah, sungguh betapa manisnya ia; betapa indahnya ia. Di atasnya berbuah, di bawahnya begitu subur makmur. Sungguh dia itu tinggi dan tidak akan ada yang menandinginya."

  Sekali lagi, Al-Quran begitu merisaukan pendengaran mereka. Kali ini ayat yang ditantangkan kepada mereka adalah ayat-ayat Makiyah juga. Allah SWT berfirman:
Ataukah mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) membuat­buatnya. " Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendak­lah mereka mendatangkan kalimat yang semisal AI-Quran, jika mereka orang-orang yang benar. (Al-Thur: 33-34)

 Tantangan itu benar-benar membuat mereka bisu dan me­ragukan kata-kata yang mereka tuduhkan itu - sebagai tukang sihir dan gila. Mereka tetap saja tak bisa menandingi Al-Quran, yang bisa mereka katakan hanyalah: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair gila?"
Dan tatkala kebenaran (Al-Quran) datang kepada mereka. Mereka berkata: “Ini adalah sihir dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingkarinya." (Al-Zukhruf: 30)
  Akhirnya, sikap lemah orang-orang kafir sudah sampai pada puncaknya. Di saat itu pula Al-Quran terus diturunkan sehingga mereka semakin terdesak dan tidak punya jalan lain selain meng­asumsikan, bahwa Al-Quran adalah dibuat-buat belaka. Jika masalahnya demikian, yaitu bahwa hluhammad saw. adalah manusia biasa seperti mereka yang kemudian membuat-buat Al-Quran, maka lantas apa yang menghalangi mereka untuk membuatnya sebagaimana Muhammad saw.? Kemudian mereka membuat sepuluh surat yang dibuat-buat (muftarayat). Allah SWT berfirman:
Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat­buat Al-Quran itu." Katakanlah bahwa (Kalau demikian) datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamai­nya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu), maka ketahuilah sesungguhnya Al­Quran diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tiada Tuhan selain Dia. Maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)? (Hud: 13-14)

  Tantangan yang pertama kali diturunkan adalah di Madinah, setelah hijrah, yaitu pada surat Al-Baqarah. Allah berfirman:
Dan sekiranya kalian meragukan apa-apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka datangkanlah sebuah surat yang sama dengannya dan ajaklah penolong-penolong selain Allah, jika memang kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir. (AI-Baqarah: 23-24)

 
  Ayat Al-Quran ini menegaskan kepada mereka suatu kepastian bahwa mereka mustahil dapat menandingi AI-Quran. Kalau mereka mampu menandinginya, sudah barang tentu mereka tidak akan berdiam diri selama-lamanya, padahal mereka begitu bergairah menentang Muhammad saw. Dimata mereka, Muhammad begitu mempersulit dan membuat mereka begitu terdesak, padahal mereka adalah kaum yang memiliki tingkat ashabiyah (rasa kesukuan) dan fanatisme jahiliah; mereka adalah kaum yang merasa memiliki tingkat balaghah dan bayan yang jauh lebih bisa menjadikan mereka untuk berbangga-bangga. Mereka tidak pemah merasa berbahagia sebagaimana bahagia yang disebabkan syair dan balaghah. Namun, ketika mereka mendapati dirinya berada di hadapan balaghah yang begitu tinggi, dengan struktur kata yang begitu tangguh dan begitu bermakna tinggi, mereka baru merasa tidak mampu untuk melakukannya. Karena mereka tidak mampu melakukan hal demikian, maka mereka mulai secara terang-terang­an memusuhi Nabi saw. Mereka mulai mengumumkan perang dengan beliau dan orang-orang yang beriman kepadanya; pena di­ganti dengan pedang. Untuk mencapai tujuan itu mereka mengerahkan segala daya dan upaya. Mereka melakukan hal ini tidak lain karena mereka tidak mampu menandingi AI-Quran, sehingga di antara mereka ada yang meyakini bahwa Al-Quran bukanlah ucapan manusia. Sebagian mereka beriman kepada Nabi saw:, dan sebagian lain mengingkari karena mereka iri hati dan pongah. Dengan begitu, sungguh tegaslah i’jaz Al-Quran dan hal itu pulalah yang menunjukkan kebenaran Muhammad saw., bahwa beliau benar-benar diutus dari Sang Maha Perkasa, yang mengatasi segala kekuatan manusia.
 




Diterjemahkan dari buku aslinya
Min al-I'jaz al-Balaghiy WA al-'Adadiy li al-Qur’an al-Karim,
karya DR. Abu Zahra' An-Najdiy
terbitan Al-Wakalah AI-'Alamiyyah li At-Tawzi, 1990
"Tantangan" Allah di Awal Turunnya Al-Quran "Tantangan" Allah di Awal Turunnya Al-Quran Reviewed by Fadhil Mustaqim on 15.06 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.